bermasyarakat 1: hak yang semestinya

Bp DadenNamanya Bp Daden Yusuf Danial. Secara pribadi saya tidak mengenal beliau. Beliau adalah mantan satpol PP kota Bogor yang baru sebulan ini diangkat menjadi seorang protokoler pemkot bogor. seharusnya saya yang selama dua tahun terakhir ini menjadi seorang demonstran kenal dekat dengan beliau, begitupun mungkin saja Bp Daden juga sedikit tahu saya. Satu pelajaran untuk diri saya, saya harus lebih kenali seluruh mitra hidup yang pernah berinteraksi dengan saya.

Kembali pada sosok Bp Daden, beliau adalah seorang ayah yang memiliki 2 orang anak. Anak pertama kelas 5 SD dan anak keduanya baru berumur tiga tahun. Keduanya laki-laki. Istri beliau bernama ibu Euis. Sunda sekali.

Bercerita tentang sosok protokoler mantan satpol PP lantas apa hubungannya dengan saya? Begini ceritanya, hari Ahad lalu (9/3) saya bersama ketum KAMMI Bogor dan teman saya akh Sutrisno sedang mengikuti acara gerak jalan sehat dalam rangka sosialisasi PEMILU 9 April 2014 yang diadakan oleh KPU Kota Bogor. acaranya ini juga diikuti oleh hampir seluruh elemen yang ada di kota Bogor, mulai dari parpol, tokoh budaya, ormas, siswa, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Rute jalan dari kantor KPU menuju Balai Kota Bogor.

Sampailah seluruh peserta jalan di Balai Kota Bogor. Di tengah acara ketika selesai makan pagi, ponsel berbunyi. Ternyata telpon dari seorang teman saya yang mengingatkan bahwa saya siang itu juga pukul 13.00 mengisi materi tentang sejarah pergerakan mahasiswa di STEI Tazkia, Sentul. Setelah selesai ngobrol di telpon, ponsel pun saya masukkan kembali ke tas kecil yang saya bawa. Sambil menunggu acara sosialisasi yang masih berlangsung, saya kemudian mengambil motor yang saya parkir di Masjid Raya Bogor diantar oleh akh Sutrisno. Sampai di tempat parkir, tiba-tiba ada hal yang mengganjal, tas kecil yang saya bawa seperti kosong tak berisi. Benar saja, sewaktu saya cek ternyata ponsel tidak ada. Dari situ, konsen saya adalah langsung kembali secepat mungkin ke Balai kota, bisa jadi jatuh atau tertinggal di kursi tempat saya makan.

Apa daya, ternyata setelah sampai dan saya cek, ponsel tak diketemukan. Ah, saya pikir itu memang sudah takdir. Saya coba cari-cari dulu disekitar parkir mungkin tertinggal, tapi ternyata tak ada juga. Mau diapain lagi, merelakan adalah hal paling arif dilakukan pada saat itu. Saya relakan.

Saya tetap ikuti agenda sosialisasi sampai selesai kemudian berkemas pulang untuk persiapan sejenak mengisi acara. Malamnya hanya saya isi dengan istirahat. Pagi kemudian, saya pasang status di fb bahwa ponsel hilang. Ada beberapa komentar dari seorang kakak tingkat bahwa dia dihubungi nomor saya yang ada dalam ponsel saya yang hilang itu. Siang hari saya coba cek dengan menelpon nomor saya, dan benar, nomor saya masih aktif meski yang memegang ponsel tak memberikan respon. Agaknya cukup saya tinggalkan pesan singkat saja. Beruntungnya pada saat yang sama, ketum KAMMI Bogor menghubungi saya bahwa yang menemukan ponsel saya berusaha mengembalikan dan ingin supaya yang punya ponsel itu datang ke rumahnya. Jawaban yang sama pun masuk melalui pesan singkat, tolong ambil di bla..bla..bla… bla…bla…bla..

Sore hari jam 5, saya bersama satu teman pergi menuju alamat yang dikirim melalui pesan singkat tadi untuk mengambil ponsel saya. Meski rutenya berliku-liku dan masuk ke perkampungan, sampailah juga di sebuah rumah sesuai alamat yang diberitahukan tadi. Alamat tersebut adalah  rumah Bp Daden yang secara singkat profilnya saya ceritakan di atas.

Disana saya hanya bertemu dengan istrinya. ketika kami tanyakan kemana Bp Daden, istrinya menjawab, “baru saja pergi. Kalau sore gini beliau kuliah.” Luar biasa saya berkata dalam hati bapak yang satu ini. Beliau sedang mengambil kuliah di UNIDA jurusan ilmu Pemerintahan.

Dari sini saya belajar bahwa memang selama hidup itu kita terus belajar. Berusaha meningkatkan kapasitas diri karena bersama amanah dan tanggungjawab besar, beserta itupulalah dibutuhkan kapasitas yang sesuai untuk mengembannya. Dan, kita hanya perlu mengambil hak yang semestinya kita dapat.

Dan akhirnya, nilai paling penting dari itu semua adalah kejujuran, tolong menolong, dan memberikan pada orang lain hak yang semestinya orang itu peroleh. Bisa jadi, ini adalah ilmu yang semakin jarang kita temui, bahkan dalam dunia perkuliahan yang semakin jauh dari praktik “ilmu untuk masyarakat”

Hari ini, kita belajar banyak.